Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kota Mojokerto Sekertariat Jl. Gajahmada No. 100 Kota Mojokerto

Jumat, 20 April 2018

M. ALI HAIDAR : SAYA AKAN TERUS BELAJAR DAN MELESTARIKAN KESENIAN MACAPAT


Macapat adalah tembang atau puisi tradisional jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai  sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang di sebut guru lagu. Macapat identik dengan kegiatan yang di lakukan oleh orang-orang dewasa atau orang tua. Macapat yang kental dengan bahasa jawa, membuat tidak semua orang bisa melakukannya atau bahkan mengikutinya. Setiap bait dalam macapat pun memiliki arti yang berbeda-beda, yang tidak semua orang mengerti apalagi anak muda jaman sekarang. Macapat seolah tenggelam dalam perubahan jaman. Kebanyakan yang kita tahu macapat hanya diikuti oleh segelintir orang dalam sebuah paguyuban-paguyuban kesenian jawa yang masih aktif sampai saat ini. Dalam kegiatannya macapat hanya ada di kegiatan-kegiatan tertentu. Namun anggapan bahwa macapat hanya di gemari oleh orang-orang tua  rasanya harus di hilangkan, salah satunya adalah Muhammad Ali Haidar murid SMP Negeri 3 yang masih berusia 14 tahun. Berbeda dengan teman-teman sebayanya yang mungkin lebih senang mendengarkan lagu-lagu pop, barat atau korea jaman sekarang. Haidar memilih jalur yang sangat berbeda, Ia memilih untuk mempelajari macapat. Haidar sendiri tergabung dalam paguyuban kesenian jawa Wijaya Kusuma. Setiap minggu malam, Haidar mengikuti kegiatan siaran macapat di Radio Gema Fm. Menurut penuturannya, awal mula Ia mengikuti kesenian macapat adalah ada salah satu gurunya yang mengajak untuk latihan menembang. “ jadi waktu itu saya ditawari untuk ikut latihan sama Bu Latifah, diajak nembang” tuturnya. Di akui oleh Haidar bahwa menembang bukanlah hal yang mudah. “ susah sekali, lalu di awal saya di ajari cengkok-cengkok yang mudah dulu, nah karena cengkoknya itu lah saya akhirnya tertarik” lanjut Haidar.
Dalam kegiatan siaran yang diikutinya setiap 2 minggu sekali, Haidar mengaku senang karena bisa terus mengembangkan kemampuannya sekaligus melatih cengkok-cengkok yang belum di kuasainya. “ karena pas siaran seperti ini kan saya ketemu dengan yang senior-senior, jadi saya minta di ajari sekalian” cerita Haidar. Haidar mengatakan bahwa dalam macapat tidak hanya cengkoknya saja yang susah, namun juga mengartikan setiap baitnya. “ susah ngehafalinnya, jadi saat ini sekedar nembang saja, sambil dipelajari pelan-pelan” tuturnya.  Sudah sejak satu tahun yang lalu Haidar mempelajari macapat dan mengikuti kegiatan macapat di paguyuban yang menauinginya. Dalam perjalanannya mengikuti kegiatan macapat, tak jarang teman-temannya mengejek, “ pernah ada yang ngejek, bilang ngapain ikut-ikut begituan, karena kata mereka lagunya menakutkan, tapi saya biasa saja” terang Haidar. Namun ejekkan teman-temannya tidak menyurutkan keinginannya untuk terus belajar dan mendalami macapat. Haidar cukup merasa termotivasi dengan dukungan yang diberikan oleh guru dan orang tuanya. “ saya senang guru mendukung, orang tua apalagi, selalu mendengarkan saya siaran macapat” katanya. Tidak hanya karena ketertarikannya saja terhadap kesenian macapat, Haidar sebagai generasi muda merasa perlu dan memiliki kewajiban untuk terus melestarikan budaya tradisional jawa yang di miliki Indonesia. “ kalo bukan kita yang menjaga dan melestarikan siapa lagi?” tuturnya. (TTS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar