Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kota Mojokerto Sekertariat Jl. Gajahmada No. 100 Kota Mojokerto

Rabu, 11 April 2018

SEKOLAH LUAR BIASA UNTUK MEREKA YANG ISTIMEWAH


Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam pasal 31 ayat (1) undang-undang dasar 1945.Tidak memandang status sosial, ekonomi, ras, suku, agama, bahkan kekurangan dalam bentuk fisik maupun mental yang mungkin saja di miliki oleh warga negara. Mendapatkan pendidikan dasar yang merata sudah menjadi hak setiap warga, dan sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikannya. Tidak terkecuali untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Baik cacat fisik maupun cacat mental. Seperti yang terjadi di kota Mojokerto. Bahwa pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan pendidikan bagi seluruh warganya tanpa pandang bulu. Hal tersebut terlihat dari beberapa program pemerintah yang pro terhadap warga ekonomi rendah, yaitu sekolah gratis, seragam sekolah gratis sampai angkutan sekolah gratis. Tidak hanya itu pemerintah kota juga memberikan perhatiannya terhadap warganya yang difabel dengan adanya sekolah inklusif serta menciptakan lowongan kerja bagi warga difabel. Keberadaan sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus di kota Mojokerto sendiri  sangat membantu dalam mewujudkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anakreguler. Sekolah luar biasa pertiwi adalah salah satu sekolah luar biasa yang ada di kota Mojokerto.
Terbagi menjadi 2 yaitu SLB-B untuk anak dengan tuna rungu serta SLB C dan D untukanak tuna grahita dan tuna daksa. Kepala sekolah SLB –B pertiwi  Gatot Subijanto yang sudah memimpin selama 35 tahun merasakan betul bagaimana kondisi anak-anak berkebutuhan khusus terutama keberadaan sekolah SLB di kota Mojokerto.” Untuk sekolah luar biasa ini berada di bawah pemerintah provinsi, jadi pemerintah kota tidak dapat memberikan bantuannya, meskipun sebenarnya kita membutuhkan” tutur gatot. “Jumlah murid di SLB-B sendiri adalah 57 murid, untuk jumlah gurunya 15” lanjutnya.  Gatot mengatakan bahwa keberadaan guru dan murid dikatakannya kurang seimbang. “ ada guru yang merangkap, seperti guru kelas yang juga mengajar keterampilan. Untuk smp-sma juga harusnya kan guru mata pelajaran, namun kita disini menggunakan guru kelas” jelas Gatot. Gatot juga menjelaskan bahwa kurikulum untuk sekolah luar biasa ada tersendiri. Dalam teknik pengajaran, gatot menerangkan bahwa guru-guru terus berinovasi agar para siswa mudah menangkap apa yang disampaikan. “jadi kita di sini juga membiasakan anak-anak menggunakan komunikasi verbal, agar bisa bersosialisasi dengan masyarakat umum” tutur Gatot. “ anak-anak kita tuntun untuk bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat” lanjutnya. Di ambil dari beberapa sumber pada setiap ketunaan memiliki kurikulum masing-masing yang  sudah ditetapkan serta memiliki metode pengajaran yang berbeda-beda. Misalnya untuk SLB-A yang menangani tuna netra, strategi pengajaran yang diberikan yaitu dengan memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak dan pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi untuk bisa mengimbangi kelemahan. Sementara itu SLB-B yang menangani tuna rungu kurikulum yang digunakan yiatu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan bobot yang disesuaikan dengan ketunaannya. Sedang untuk SLB C/C1 untuk tuna grahita yang harus diberikan pembelajaran secara kontinue dan konsisten serta insentif, selain itu diperlukan peran katif guru, siswa, sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan anak. Sedangkan untuk SLB-D untuk tuna daksa yang mana mereka memiliki cacat fisik, namun memiliki kecerdasan yang sama dengan anak normal dalam metode pembelajaran yang diberikan dengan metode ceramah, diskusi berkelompok dan praktek. “saya berharap dengan pendidkian yang sudah merata ini, anak-anak didik di SLB juga mendapat perlakuan yang sama serta ada pembelajaran ketrampilan khusus atau pekerjaan untuk mereka dikemudian hari. Mereka anak-anak yang istimewah” harap Gatot. (TTS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar