Macapat adalah tembang atau puisi
tradisional jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut
gatra, dan setiap gatra mempunyai
sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi
sajak akhir yang di sebut guru lagu. Macapat identik dengan kegiatan yang di
lakukan oleh orang-orang dewasa atau orang tua. Macapat yang kental dengan
bahasa jawa, membuat tidak semua orang bisa melakukannya atau bahkan
mengikutinya. Setiap bait dalam macapat pun memiliki arti yang berbeda-beda,
yang tidak semua orang mengerti apalagi anak muda jaman sekarang. Macapat
seolah tenggelam dalam perubahan jaman. Kebanyakan yang kita tahu macapat hanya
diikuti oleh segelintir orang dalam sebuah paguyuban-paguyuban kesenian jawa
yang masih aktif sampai saat ini. Dalam kegiatannya macapat hanya ada di
kegiatan-kegiatan tertentu. Namun anggapan bahwa macapat hanya di gemari oleh
orang-orang tua rasanya harus di
hilangkan, salah satunya adalah Muhammad Ali Haidar murid SMP Negeri 3 yang
masih berusia 14 tahun. Berbeda dengan teman-teman sebayanya yang mungkin lebih
senang mendengarkan lagu-lagu pop, barat atau korea jaman sekarang. Haidar
memilih jalur yang sangat berbeda, Ia memilih untuk mempelajari macapat. Haidar
sendiri tergabung dalam paguyuban kesenian jawa Wijaya Kusuma. Setiap minggu
malam, Haidar mengikuti kegiatan siaran macapat di Radio Gema Fm. Menurut
penuturannya, awal mula Ia mengikuti kesenian macapat adalah ada salah satu
gurunya yang mengajak untuk latihan menembang. “ jadi waktu itu saya ditawari
untuk ikut latihan sama Bu Latifah, diajak nembang” tuturnya. Di akui oleh
Haidar bahwa menembang bukanlah hal yang mudah. “ susah sekali, lalu di awal
saya di ajari cengkok-cengkok yang mudah dulu, nah karena cengkoknya itu lah
saya akhirnya tertarik” lanjut Haidar.
Dalam kegiatan siaran yang diikutinya
setiap 2 minggu sekali, Haidar mengaku senang karena bisa terus mengembangkan
kemampuannya sekaligus melatih cengkok-cengkok yang belum di kuasainya. “
karena pas siaran seperti ini kan saya ketemu dengan yang senior-senior, jadi
saya minta di ajari sekalian” cerita Haidar. Haidar mengatakan bahwa dalam
macapat tidak hanya cengkoknya saja yang susah, namun juga mengartikan setiap
baitnya. “ susah ngehafalinnya, jadi saat ini sekedar nembang saja, sambil
dipelajari pelan-pelan” tuturnya. Sudah
sejak satu tahun yang lalu Haidar mempelajari macapat dan mengikuti kegiatan macapat
di paguyuban yang menauinginya. Dalam perjalanannya mengikuti kegiatan macapat,
tak jarang teman-temannya mengejek, “ pernah ada yang ngejek, bilang ngapain
ikut-ikut begituan, karena kata mereka lagunya menakutkan, tapi saya biasa
saja” terang Haidar. Namun ejekkan teman-temannya tidak menyurutkan
keinginannya untuk terus belajar dan mendalami macapat. Haidar cukup merasa
termotivasi dengan dukungan yang diberikan oleh guru dan orang tuanya. “ saya
senang guru mendukung, orang tua apalagi, selalu mendengarkan saya siaran
macapat” katanya. Tidak hanya karena ketertarikannya saja terhadap kesenian
macapat, Haidar sebagai generasi muda merasa perlu dan memiliki kewajiban untuk
terus melestarikan budaya tradisional jawa yang di miliki Indonesia. “ kalo bukan
kita yang menjaga dan melestarikan siapa lagi?” tuturnya. (TTS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar